Definisi Digital Economy versi
Encarta Dictionary adalah “Business transactions on the Internet: the
marketplace that exists on the Internet“. Pengertian Digital Economy lebih
menitikberatkan pada transaksi dan pasar yang terjadi di dunia internet.
Pengertian yang lebih luas dari sekedar transaksi atau pasar adalah New Economy
yang menurut PC Magazine adalah “The impact of information technology on the
economy“. Pengertiannya lebih menonjolkan pada penerapan teknologi informasi
pada bidang ekonomi.
Bisa dimengerti karena PC Magazine adalah majalah khusus tentang dunia IT Majalah The Economist menyebutkan bahwa isitilah New Economy lahir karena keberadaan IT dan globalisasi yang menyebabkan terjadinya tingkat produktifitas dan pertumbuhan (perusahaan atau negara) sangat tinggi. Istilah New Economy memang pertama kali muncul di Amerika Serikat. Menurut studi Kauffman dan ITIF, New Economy diukur dengan sejumlah indikator yang dikelompokkan dalam lima komponen yaitu pekerjaan berbasis pengetahuan, globalisasi, dinamisme ekonomi, transformasi ke digital economy, dan kapasitas inovasi teknologis.
Bisa dimengerti karena PC Magazine adalah majalah khusus tentang dunia IT Majalah The Economist menyebutkan bahwa isitilah New Economy lahir karena keberadaan IT dan globalisasi yang menyebabkan terjadinya tingkat produktifitas dan pertumbuhan (perusahaan atau negara) sangat tinggi. Istilah New Economy memang pertama kali muncul di Amerika Serikat. Menurut studi Kauffman dan ITIF, New Economy diukur dengan sejumlah indikator yang dikelompokkan dalam lima komponen yaitu pekerjaan berbasis pengetahuan, globalisasi, dinamisme ekonomi, transformasi ke digital economy, dan kapasitas inovasi teknologis.
Mengacu ke beberapa definisi
dan indikator pengukuran New Economy, sudah dapat diduga bahwa Indonesia masih
belum mencapai atau mengandalkan New Economy dalam perkembangan perekonomian
nasional. Sedikit gambaran mengenai laju penerapan ICT di Indonesia dan
posisinya di tingkat international dapat dilihat di tulisan “Dowloader
Society“. Indikasinya adalah masih rendahnya penetrasi ICT- atau sering disebut
ICT Density. Perbedaaan ICT density antar kelompok tersebut disebut dengan
kesenjangan digital atau Digital Divide. Pengertian kelompok bisa ditinjau
antar negara (misalnya negara maju vs negara berkembang), antar demografi
individual (pria vs wanita, pendidikan tinggi vs rendah, antar profesi), antar
geografis (Kota vs Desa, Jawa vs Luar Jawa), atau antar tipe bisnis (antar
sektor usaha, industri besar vs kecil).
Perkembangan dan kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) akhir–akhir ini dirasakan hampir di
setiap aspek kehidupan masyarakat. Sebagaimana setiap kemajuan teknologi
komunikasi yang lain, internet masuk ke berbagai bentuk kehidupan masyarakat.
Hal ini terjadi karena komunikasi adalah salah satu kebutuhan yang mendasar
pada masyarakat. Teknologi internet berkembang dan menyatu dalam sebuah ‘dunia’
atau ‘ruang maya’ atau sering disebut sebagai cyber-space, sebuah dunia atau
tempat orang dapat berkomunikasi, ‘bertemu’, dan melakukan berbagai aktivitas
ekonomi/bisnis.
Dampak evolusi itu di
masyarakat mendorong munculnya masyarakat baru yang dinamakan masyarakat
informasi (information society) atau masyarakat berpengetahuan (knowledge
society/knowledge-based society). Pada mulanya, teori ekonomi fundamental lama
berlandaskan pada optimalisasi/maksimalisasi faktor-faktor produksi yaitu:
fisik, tenaga kerja, kapital (tanah, modal uang, dan manusia). Pada
perkembangannya sekarang ilmu ekonomi menyadari pentingnya memasukkan
faktor-faktor intelektualitas berupa ilmu pengetahuan dan teknologi,
kreativitas, dan berbagai bentuk modal inovatif yang dapat dikategorisasikan
sebagai iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi).
Berbagai perkembangan inovasi
pada teknologi informasi dan telekomunikasi (TIK) atau teknologi digital selama
satu dekade terakhir, berdampak pada bidang ekonomi dan bisnis disebut sebagai
masyarakat pascaindustri (post industrial society), ekonomi berlandaskan iptek,
ekonomi inovasi, ekonomi online, ekonomi baru, e-conomy, dan ekonomi digital.
(Cohen et al., 2000). Ekonomi digital adalah suatu hal yang kompleks dan
merupakan fenomena yang baru muncul terkait dengan aspek-aspek ekonomi mikro,
ekonomi makro, dan teori organisasi dan administrasi. Ekonomi digital akan
menjelaskan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi beberapa dekade yang akan
datang.
Konsep mengenai digital
ekonomi pertama kali diperkenalkan Tapscott (1998), menjelaskan sebuah
sosiopolitik dan sistem ekonomi yang mempunyai karakteristik sebagai sebuah
ruang intelijen, meliputi informasi, berbagai akses instrumen informasi dan
pemrosesan informasi dan kapasitas komunikasi. Komponen ekonomi digital yang
berhasil diidentifikasi pertama kalinya adalah industri TIK, aktivitas
e-commerce antarperusahaan dan individu, distribusi digital barang-barang dan
jasa-jasa, dukungan pada penjualan-penjualan barang-barang terutama sistem dan
jasa-jasa yang menggunakan internet.
Sedangkan konsep ekonomi
digital lainnya adalah digitalisasi informasi dan infrastruktur TIK (Zimmerman,
2000). Konsep ini sering digunakan untuk menjelaskan dampak global teknologi
informasi dan komunikasi, tidak hanya pada internet, tetapi juga pada bidang
ekonomi. Konsep ini menjadi sebuah pandangan tentang interaksi antara
perkembangan inovasi dan kemajuan teknologi dan dampaknya pada ekonomi makro
maupun ekonomi mikro. Ekonomi digital adalah sektor ekonomi meliputi
barang-barang dan jasa-jasa saat pengembangan, produksi, penjualan atau
suplainya tergantung kepada teknologi digital.
Sebuah perkembangan ekonomi
digital tidak lepas dari karakteristik/sifatnya yakni adanya penciptaan nilai,
produk berupa efisiensi saluran distribusi, dan struktur berupa terjadinya
layanan personal dan sesuai keinginan. Di Indonesia, sistem Bank Indonesia real
time gross settlement (RTGS) yakni suatu sistem transfer elektronik
antarpeserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara
seketika (real time), per transaksi secara individual, jumlahnya cukup
signifikan banyaknya, yakni bergerak antara Rp3 triliun sampai Rp4 triliun per
bulan. Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai sebuah transaksi e-banking yang
menjadi bagian dari pada ekonomi digital. Demikian pula dengan transaksi
belanja e-banking untuk kartu ATM dan kartu debit per bulan pada 2007 meliputi
antara Rp247 miliar sampai dengan Rp293 miliar per bulan. Transaksi kartu
kredit via internet pun jumlahnya juga signifikan yakni bergerak antara Rp38
triliun sampai dengan Rp44 triliun per bulan.
Di Indonesia, transaksi
digital semakin berkembang. Penggunaan E-banking dalam transaksi ekonomi semakin berkembang pesat. Hal ini membuktikan
bahwa Indonesia juga ikut bersaing dalam dunia ekonomi digital. Economist
Intelligence Unit merilis urutan negara-negara berdasarkan perkembangan ekonomi
digital suatu negara. Indonesia menempati urutan 65(enam puluh lima) dari
70(tujuh puluh) negara. Pengurutan ini didasarkan beberapa segi yakni
konektifitas, lingkungan bisnis, lingkungan sosial dan budaya, lingkungan
hukum, kebijakan dan visi pemerintah serta konsumen. Indonesia sendiri
memperoleh nilai 2.60 untuk konektivitas, 6.04 untuk lingkungan bisnis, 3.60
untuk lingkungan sosial dan budaya, 4.20 untuk lingkungan hukum, 3.88 untuk kebijakan dan visi pemerintah, 2.55
untuk segi konsumen. Secara keseluruhan Indonesia memperoleh nilai 3.60.
Dari segi konektivitas
Indonesia berada di urutan 145 dengan kecepatan download 1.33Mb/s. Nilai ini
sangat jauh dibandingkan dengan kecepatan internet di negara-negara lainnya.
Bahkan untuk regional Asia Tenggara, Indonesia masih tertinggal dari negara
lainnya.
Dari segi lingkungan bisnis,
dengan berkembangnya penggunaan internet di sektor bisnis terjadi perubahan
kultur dalam berbisnis seperti hilang atau berkurangnya perantara atau broker
dalam bisnis sehingga mempersingkat saluran distribusi. Selain itu,
perusahaan-perusahaan di Indonesia juga banyak yang membangun infrastruktur
dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi sebagai alat bantu dalam
menghadapi persaingan dalam perekonomian digital.
Dari segi sosial dan budaya,
masyarakat Indonesia pada saat ini sudah semakin maju. Terbukti menurut survey
dari situs WorlBank.org, Indonesia mengalami peningkatan pengguna internet yang
cukup signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia mulai mengikuti
perkembangan teknologi di dunia. Hal ini juga menjadi parameter pertumbuhan
perekonomian digital suatu negara.
Dari segi lingkungan hukum,
dalam menjaga kestabilan dan keamanan teknologi informasi dan komunikaasi,
terutama internet di Indonesia. Departemen Komunikasi dan Informatika Republik
Indonesia membentuk Indonesia Security Incident Response Team on Internet and
Infrastructure (ID-SIRTII) yang bertujuan untuk mengimbangi dengan kesiapan
infrastruktur strategis untuk meminimalisir dampak negatif dari jaringan
internet di Indonesia. Yang bertugas melakukan sosialisasi dengan pihak terkait
tentang keamanan sistem informasi, melakukan pemantauan, pendeteksian,
peringatan dini terhadap ancaman terhadap jaringan telekomunikasi dari dalam
maupun luar negeri khususnya dalam pengamanan pemanfaatan jaringan,
membuat/menjalankan/mengembangkan serta statistik keamanan internet di
Indonesia.
Dari segi kebijakan dan visi
pemerintah dalam ekonomi digital Indonesia. Pemerintah saat ini masih berfokus
pada kabijakan ekonomi yang bersifat fiskal, sehingga kebijakan yang
menguntungkan entrepreneur yang berkecimpung di dunia e-business masih relatif
kurang. Namun dengan semakin majunya masyarakat Indonesia pemerintah tentu akan
membuat kebijakan untuk mengimbangi dan mengatur pelaksanaan perekonomian
digital.
Dari segi konsumen, walaupun
perkembangan pengguna internet di Indonesia mulai meningkat. Namun, tidak
menjamin banyaknya jumlah konsumen dalam transaksi ekonomi digital. Hal ini
disebabkan masyarakat Indonesia lebih banyak menggunakan internet untuk bermain
game ataupun bersosialisasi dengan jejaring sosial. Selain itu masih kurangnya
kepercayaan konsumen dalam melakukan transaksi online.
- Kilas Balik Perbankan Indonesia
Paket 1 Juni 1983 merupakan
salah satu tonggak penting yang mengubah arah perbankan nasional yang tadinya
belum mengikuti mekanisme pasar, atau dengan kata lain, mulai diterapkannya
equal treatment antara bank pemerintah dengan bank swasta.
Kebijakan Oktober 1988 menjadi
faktor utama terjadinya booming pendirian bank dengan memberikan kemudahan bagi
para investor. Dalam kurun waktu 3 tahun sesudahnya, tercatat jumlah bank
meningkat dari 111 bank pada tahun 1988 menjadi 182 bank pada pertengahan 1991.
Pertumbuhan bank beserta kegiatan penyaluran dana bank yang luar biasa tersebut
akhirnya berujung pada tindakan kebijakan uang ketat (Tight Money Policy) yang
diambil oleh Bank Indonesia pada Tahun 1990.
Pakfeb 1991, yang bertujuan
untuk mengembangkan dunia perbankan menjadi lembaga keuangan yang sehat, kuat,
dan tangguh serta lebih dipercaya baik dalam tingkat nasional maupun global.
Sistem penilaian kesehatan bank dengan CAMEL mulai diterapkan oleh Bank
Indonesia, termasuk penetapan nilai CAR sebesar 8 persen yang harus dipenuhi
mulai tahun 1993.
Bom waktu perbankan akhirnya
meledak, dan tidak tanggung-tanggung dampak letusannya terhadap perekonomian
Indonesia. Pada November 1997 sejumlah bank mulai rontok yang diawali dengan
ditutupnya 16 bank yang akhirnya menyeret Indonesia ke krisis moneter yang tak terlupakan
dalam sejarah perekonomian Indonesia.
Pada tahun 1998 dibentuk BPPN
sebagai lembaga yang berusaha untuk menyelamatkan wajah perbankan Indonesia.
BPPN lahir sebagai salah satu butir dalam serangkaian Letter of Intent (LOI)
antara Pemerintah Indonesia dengan IMF, dengan LOI pertamanya ditandatangani
pada 1 November 1997. Pembentukan BPPN
ini dianggap sebagai awal proses rehabilitasi terhadap industri perbankan. Pada
tahun 1998, dari 55 bank yang dirawat
oleh BPPN ternyata 10 bank tidak tertolong (dilikuidasi), 4 bank harus masuk
unit gawat darurat (direkapitalisasi), dan sisanya masih terus dirawat
intensif. Pada maret 1999 38 bank kembali tak tertolong, 9 bank
direkapitalisasi, dan 7 bank diambil alih.
Perbankan Indonesia sudah
memasuki tahap konsolidasi yang ditandai dengan diluncurkannya Arsitektur
Perbankan Indonesia (API). Bank Indonesia telah meluncurkan Arsitektur
Perbankan Indonesia (API) pada bulan Januari 2004, sebagai awal dari tahap
konsolidasi perbankan Indonesia. Ke dapannya, bank-bank Indonesia digolongkan
kedalam 4 kelompok bank yaitu bank Internasional, bank nasional, bank fokus,
dan bank dengan cakupan usaha terbatas. Pengelompokkan bank tersebut didasarkan
pada kemampuan modalnya.
Terakhir adalah paket Oktober
2006 (Pakto) yang dikeluarkan oleh BI. Salah satu maksudnya adalah untuk
mendorong perbankan nasional dalam meningkatkan penyaluran kredit tanpa
mengabaikan prinsip kehati-hatian. Pakto ini mencakup 13 Peraturan Bank
Indonesia, dua diantaranya adalah mengenai pelarangan kepemilikan tunggal dan
pelaksanaan Good Corporate Governance.
- 5 PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI E-BANKING
Intensitas penggunaan layanan
transaksi berbasis kartu di Indonesia memang cenderung semakin meningkat.
Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat digital- khususnya less-cash
society di Indonesia mulai terbentuk. Memang masyarakat digital tersebut masih
tergolong minoritas. Sebagai ilustrasi, jika jumlah kartu plastik sebanyak
41.172.551 dibagi jumlah penduduk Indonesia- yang tercatat sebanyak 225 juta
pada tahun 2006, maka kartu plastik per kapitanya adalah 0.18. Angka tersebut
bisa diartikan bahwa hanya 18 dari 100 orang Indonesia yang mempunyai kartu
plastik. Jumlah masyarakat digital tersebut relatif tertinggal jika
dibandingkan dengan negara-negara maju. Sebagai contoh, di Amerika Serikat
persentase keluarga yang menggunakan berbagai jenis kartu plastik tersebut
untuk tahun 2003 saja sudah mencapai 65% untuk kartu ATM, 54% untuk Debit Card,
73% untuk Prepaid Card, dan 6% untuk Smart Card (The Fed, 2004).
Perbedaan tingkat penetrasi
layanan E-banking tentunya sangat menarik untuk dikaji, terutama dikaitkan
dengan faktor-faktor pendorong atau penghambat penetrasi E-Banking tersebut di
masyarakat. Tingkat penerimaan inovasi teknologi selain dipengaruhi oleh
karakteristik demografi dan sosioekonomi, juga dipengaruhi oleh persepsi
masyarakat tentang teknologi tersebut serta karakteristik dari berbagai jenis
layanan E-banking itu sendiri. Untuk kasus di Amerika Serikat, pemanfaatan
layanan perbankan berbasis komputer (computer banking) disebabkan oleh faktor
kemudahan layanan- disebutkan oleh 79 persen responden dan penghematan
waktu-disebutkan oleh 71 persen responden. Hasil survey lainnya menunjukkan
faktor kesediaan layanan E-banking yang 24 jam menjadi faktor penting lainnya
(The Fed, 2004). Memang ada faktor lain yang cenderung menjadi penghambat yaitu
aspek keamanan dan kerahasiaan dari layanan E-banking.
Pola penggunaan layanan
E-banking dan perubahan karakteristik demografi dan sosioekonomi dari
masyarakat pengguna menjadi salah satu tantangan tersendiri dalam memasyaratkan
layanan E-banking. Untuk kasus di Indonesia, peran perbankan dengan layanan
E-banking-nya menjadi sangat penting dan menjadi aktor utama dalam mempercepat
pembentukan masyarakat digital. Dengan besarnya dana masyarakat yang tersimpan
di industri perbankan, sebuah bank masih bisa meningkatkan aktivitas transaksi
yang paperless di masa yang akan datang. Hal ini bisa dilihat dari trend
pertumbuhan jumlah kartu plastik beserta nilai transaksinya yang semakin
meningkat dalam 12 bulan terakhir ini. Tantangannya adalah bagaimana
mempercepat laju penetrasinya di masa yang akan datang.
User education menjadi salah
satu strategi kunci dalam meningkatkan penetrasi layanan E-banking.
Implementasinya perlu mempertimbangkan persepsi masyarakat tentang E-banking,
terutama mengenai faktor-faktor yang masih menjadi penghambat dalam penetrasi
E-banking. Salah tantangan terberat adalah bagaimana meningkatkan penetrasi TIK
di masyarakat berpenghasilan rendah- yang masih merupakan mayoritas di
Indonesia. Berbagai hasil penelitian pun menunjukkan bahwa penetrasi TIK,
termasuk layanan E-banking masih terkonsentrasi pada masyarakat golongan
ekonomi menengah ke atas, berpendidikan tinggi, dan terkonsentrasi di
perkotaan.
- How to Transform into Digital Economy (Bagaimana untuk berubah menjadi Ekonomi Digital)
Sebuah ekonomi digital adalah
ekonomi yang didasarkan pada barang elektronik dan jasa yang dihasilkan oleh
bisnis elektronik dan diperdagangkan melalui perdagangan elektronik. Artinya,
bisnis dengan produksi elektronik dan proses manajemen dan yang berinteraksi
dengan mitra dan pelanggan dan melakukan transaksi melalui Internet dan Web
teknologi.
Konsep ekonomi digital muncul
di dekade terakhir abad ke-20. Nicholas Negroponte (1995) menggunakan metafora
bergeser dari atom pengolahan bit pengolahan. Ia membahas kerugian dari bekas
(massa misalnya, transportasi bahan,) dan keuntungan yang disebut terakhir
(misalnya, bobot, virtual, gerakan global instan).
Dengan populasi tumbuh dan
mobilisasi sumber daya, ekonomi digital tidak terbatas pada usaha perdagangan
dan jasa saja, tetapi, itu meliputi setiap aspek kehidupan dari kesehatan untuk
pendidikan dan dari bisnis dengan perbankan. Lebih lanjut sementara hal yang
terjadi pada media digital maka mengapa tidak komunikasi dengan pemerintah.
eGovernment sudah memainkan peran dalam ekonomi digital ini dengan menyediakan
eServices melalui berbagai kementerian/departemen untuk eCitizen nya.
Berikut adalah beberapa
karakteristik Ekonomi Digital menurut DonTapscott:
- Knowledge : menjadi elemen penting dari produk
- Digitization : produk dan bentuk pelayanan diubah menjadi format satu dan no.
- Virtualization : hal-hal fisik bisa menjadi virtual
- Molecularization : penggantian media massa ke media molekul
- Internetworking : ekonomi Jaringan dengan interkoneksi mendalam dan jangkauan entitas ekonomi
- Disintermediation : penghapusan perantara dan setiap berdiri di antara produsen dan konsumen
- Convergence : konvergensi komputasi, komunikasi, dan konten
- Innovation : inovasi menjadi pendorong utama keberhasilan bisnis
- Prosumption : gap antara konsumen dan mengaburkan produsen dalam beberapa cara
- Immediacy : ini adalah real-time ekonomi yang terjadi pada kecepatan cahaya
- Globalization : pengetahuan tidak mengenal batas, hanya ada dunia ekonomi
- Discordance : timbulya kontradiksi sosial yang sangat besar
Suatu negara dikatakan
berkembang Ekonomi Digital-nya ditandai dengan semakin maraknya berkembang
bisnis atau transaksi perdagangan yang memanfaatkan internet sebagai medium
komunikasi, kolaborasi, dan kooperasi antar perusahaan atau pun antar individu.
Tengoklah bagaimana maraknya perusahaan-perusahaan baru maupun lama yang terjun
ke dalam format bisnis elektronik e-business dan e-commerce.
Dengan semakin banyaknya
perusahaan-perusahaan baru maupun lama yang berbasis e-business atau e-commerce
menyebabkan semakin banyaknya persaingan. Untuk dapat bertahan dan memenangkan
persaingan, para pemain perlu memahami karakteristik dari konsep yang menjadi
landasan karena sangat berbeda dengan ekonomi klasik yang selama ini dikenal.
Tidak jarang bahwa perusahaan harus melakukan transformasi bisnis (merubah
model bisnis) agar dapat secara optimal bermain di dalam arena ekonomi digital.
Bagi perusahaan baru (start-up company), untuk terjun ke bisnis ini biasanya
lebih mudah dibandingkan dengan perusahaan yang telah lama berdiri. Statistik
menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan lama yang ingin memanfaatkan
keberadaan ekonomi digital harus mengadakan perubahan mendasar pada proses
bisnisnya secara radikal (business process reengineering).
·
PERBANDINGAN EKONOMI LAMA VS EKONOMI BARU
Perekonomian Lama :
Ø Diorganisasi
berdasarkan unit produk
Ø Berfokus
pada teransaksi yang menghasilkan laba
Ø Melihat
terutama pada skor keuangan
Ø Berfokus
pada pemegang saham
Ø Departemen
pemasaran melakukan pemasaran
Ø Membangun
merek melalui iklan
Ø Berfokus
pada mendapatkan pelanggan
Ø Tidak
ada ukuran kepuasan
Ø Janji
Besar, Penyerahan kecil
Perekonomian Baru :
Ø Diorganisasi
berdasarkan segmen pelanggan
Ø Berfokus
pada nilai masa hidup pelanggan
Ø Melihat
juga pada skor pemasaran
Ø Berfokus
pada stakeholder
Ø Setiap
orang melakukan pemasaran
Ø Membangun
merek melalui kinerja
Ø Berfokus
pada mempertahankan pelanggan
Ø Mengukur
tingkat kepuasan dan bertahannya pelanggan
Ø Janji
kecil, Penyerahan besar
Perbedaan Pradigma
Perekonomian Lama dan Perekonomian baru Perekonomian lama tampaknya lebih
sederhana :
Perekonomian baru didasarkan pada revolusi digital dan manajemen informasi, informasi memiliki sejumlah sifat :
- Mereka membuat produk yang standart untuk menurunkan biaya.
- Tujuan mereka adalah terus menerus memperluas ukuran pasar mereka guna mencapai skala ekonomi.
- Sasarannya adalah efisiensi dan untuk mencapai sasaran itu perusahaan dikelola secara hierarkis, dengan seorang bos pada puncak mengeluarkan perintah kepada sejumlah manajer menengah, memandu para pekerja.
Perekonomian baru didasarkan pada revolusi digital dan manajemen informasi, informasi memiliki sejumlah sifat :
- Dapat dideferensiasikan tanpa batas, disesuaikan dengan kebutuhan, dan dibuat pribadi.
- Melalui jaringan internet, dapat disampaikan kepada banyak orang, dan menjangkau dengan kecepatan tinggi.
- Dapat diakses oleh siapapun, orang akan mendapatkan informasi yang lebih baik dan mampu melakukan pilihan yang lebih baik.
Contoh Perekonomian Lama Anda
harus membeli tiket pesawat di bandara
Contoh Perekonomian baru Anda
dapat membeli tiket pesawat secara online (http://tiket-pesawat-online.com/)
Jadi siapkah Anda terjun ke
dalam era Ekonomi Digital.
No comments:
Post a Comment